Jumat, 23 Mei 2014

Leadership and Power



Kepemimpinan adalah sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan, suatu inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsistensi dalam rangka mencari jalan pemecahan suatu persoalan bersama.

Perbedaan management & leadership:
Managemen: Suatau usaha dalam pencapaian tujuan organisasi
Kepemimpinan: Tidak hanya terbatas dalam organisasi. Mempengengaruhi perilaku orang lain atau kelompok
Pemimpin belum tentu seorang manajer, tetapi seorang manajer bisa berperilaku sebagai seorang pemimpin.

Penemuan-penemuan klasik kepemimpinan
Ò  Studi Iowa
Kesimpulannya:
            - anak-anak lebih menyukai pemimpin yang demokratis dibandingkan pemimpin yang otokratis
            -Suatu perilaku kelompok-kelompok yang apatis, ketika pemimpin yang otokratis keluar ruangan, maka meletuslah sikap agresifnya.
            -Gaya kepemimpinan laissez faire menghasilkan sejumlah besar perbuatan agresif dari kelompoknya
            -Gaya kepemimpinan demokratis berada diantara satu agresif dan empat apatis dalam kelompok yang otokratis.

Ò  Penemuan Ohio
Pemimpin memiliki deskripsi perilaku atas dua dimensi, yaitu struktur pembuatan inisiatif dan perhatian
Ò  Struktur pembuatan inisiatif menunjukkan perilaku pemimpin dalam menentukan hubungan kerja antara dirinya dengan yang dipimpin
Ò  Perilaku perhatian menggambarkan perilaku pemimpin yang menunjukkan kesetiakawanan, bersahabat, saling percaya, dan  kehangatan didalam hubungan antara pemimpin dan anggota staf
Ò  Studi Kepemimpinan Michigan
Tujuan: untuk menentukan prinsip-prinsip produktivitas kelompok dan kepuasan anggota kelompok yang diperoleh dari partisipasi mereka
Faktor-faktor tertentu, misalnya bentuk pekerjaan, kondisi pekerjaan, dan metode kerja terkendalikan semuanya.
Hasilnya :
            Pengawas pada seksi produksi tinggi lebih memberikan pengawasan terbuka pada bawahannya dibandingkan pengawasan yang ketas dan berorientasi pada pekerja daripada berorientasi pada produksi
            Produksi rendah, mereka lebih menyukai pengawasan yang ketat dan berorientasi pada produksi.

Teori-Teori Kepemimpinan:
a.       Teori Sifat (Trait Theory)
Kesimpulan dari penelitian-penelitian tersebut adalah para pemimpin hendaknya harus lebih besar dan cerdas dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun dalam organisasi ternyata keberhasilan seorang manager tidak memiliki korelasi dengan sifat-sifat pemimpin
Oleh sebab itu Keith Davis merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi:
1.          Kecerdasan
            Pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun kecerdasan yang lebih tinggi ini tidak terpaut jauh bedanya dengan para pengikutnya.
2.         Kedewasaan dan keluasan hubungan
            Pemimpin cenderung lebih matang dan mempunya emosi yang stabil terhadap aktivitas sosial, serta mempunyai keinginan dihargai dan menghargai.
3.         Motivasi diri dan dorongan berprestasi
            Pemimpin memiliki dorongan motivasi untuk berprestasi, mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan yang ekstrinsik.
4.         Sikap-sikap hubungan kemanusiaan
            Pemimpin yang berhasil akan mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya. Dalam Universitas Ohio hal ini disebut perhatian sedangkan pada penemuan Michigan disebut berorientasi pada karyawan.
  1. Teori Kelompok
Kepemimpinan ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya, terutama pada dimensi pemberian perhatian kepada para pengikut.
  1. Teori Situasional dan Model Kontijensi
Hubungan ASO dan LPC dapat diterangkan sebagai berikut:
Hubungan Kemanusiaan atau Gaya yang Lunak (lenient)
            Pemimpin tidak melihat perbedaan besar antara teman kerja yang paling banyak disukai dan paling sedikit disukai (ASO) atau yang memberikan gambaran relatif menyenangkan kepada teman kerja yang paling sedikit disenangi (LPC).
Gaya yang Berorientasi Tugas atau Hand Nosed
            Pemimpin melihat suatu perbedaan besar antara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit disenangi (ASO) dan memberikan suatu gambaran yang paling tidak menyenangkan pada teman kerja yang paling sedikit disukai (LPC).

Model Kepemimpinan Kontijensi
Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan. Situasi yang menyenangkan tersebut diterangkan melalui dimensi-dimensi berikut ini:
a.       Hubungan pemimpin-anggota
b.      Derajat dari struktur tugas
c.       Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal

Dengan kata lain, suatu situasi dikatakan menyenangkan jika:
a.       Pemimpin diterima oleh para pengikutnya (derajat dimensi 1 tinggi)
b.      Tugas-tugas dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas tersebut ditentukan dengan jelas (derajat dimensi kedua tinggi).
c.       Penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimpin (derajat dimensi ketiga tinggi)

Dalam situasi yang sangat menyenangkan dan sangat tidak menyenangkan, maka gaya kepemimpinan akan berorientasi pada tugas atau hard nosed adalah sangat efektif.

Dalam situasi ditengah-tengah atau moderat antara menyenangkan dan tidak menyenangkan, maka gaya kepemimpinan yang menekankan pada hubungan kemanusiaan atau yang lunak (lenient) adalah sangat efektif.
  1. Teori Jalan Kecil – Tujuan (Path – Goal Theory)
Teori Path Goal berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya. Teori Path-Goal versi House memasukan empat gaya utama kepemimpinan, sebagai berikut:
a.       Kepemimpinan Direktif
Bawahan tahu apa yang diharapkan dari dirinya dan adanya pengarahan khusus dari pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.
b.      Kepemimpinan yang Mendukung (Supportive Leadership)
Adanya kesediaan pemimpin untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap bawahannya.
c.       Kepemimpinan Partisipatif
Pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran dari para bwahannya. Namun pengambilan keputusan masih tetap berada padanya.
d.      Kepemimpinan yang Berorientasi pada Prestasi
Pemimpin menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahan untuk berprestasi. Pemimpin memberikan keyakinan pada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugas dan mencapai tujuan secara baik.
Dengan kata lain, lewat cara-cara yang diuraikan diatas, pemimpin berusaha membuat jalan kecil (path) untuk mencapai tujuan-tujuan (goal) para bawahannya sebaik mungkin.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan pemimpin untuk mempengaruhi persepsi dan memotivasi bawahannya adalah:
     Mengetahui dan menumbuhkan kebutuhan-kebutuhan para bawahan untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dikontrol pemimpin
     Memberi intensif kepada bawahan yang mampu mencapai hasil dalam bekerja
     Membuat suatu jalan yang mudah dilewati oleh bawahan untuk menaikkan prestasi dengan cara latihan, dan pengarahan
     Membantu para bawahan dengan menjelaskan apa yang bisa diterapkan darinya
     Mengurangi halangan-halangan yang bisa membuat frustasi
     Menaikkan kesempatan-kesempatan untuk pemuasan bawahan yang memungkinkan tercapainya efektivitas kerja.
Pendekatan Social Learning dalam Kepemimpinan
Social Learning merupakan suatu teori yang dapat memberikan suatu model yang menjamin kelangsungan, interaksi timbal balik antara pemimpin, lingkungan dan perilakunya sendiri. Pendekatan Social Learning memberikan kesempatan pada pemimpin dan bawahan untuk memusyawarahkan semua perkara yang timbul.





Ada 4 gaya Kepemimpinan, yaitu :
1.      Gaya Kepemimpinan Kontinum
Gaya ini sebetulnya termasuk gaya klasik , Ada dua bidang pengaruh yang ekstrem.
-          Bidang pengaruh pimpinan
-          Bidang pengaruh kebebasan bawahan
Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya
Pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis .
Ada 7 model keputusan pemimpin Antara lain :
  1. Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya ( Otoritas atasan )
  2. Pemimpin menjual keputusan. (dalam hal ini pemimpin terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada pada nya )
  3. Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide , dan mengundang pertanyaan-pertanyaan . dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan , dibatasinya penggunaan otoritasnya dan diberikan kesempatan bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan
  4. Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah ( Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan )
  5. Pemimpin memberikan persoalan , meminta saran-saran , dan membuat keputusan ( Model ini sudah jelas otoritas pimpinan dipergunakan sedikit mungkin )
  6. Pemimpin merumuskan batas-batasnya , dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan ( Partisipasi Bawahan kali ini lebih besar dibandingkan 5 model di atas)
  7. Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan ( model ini terletak pada titik ekstrem penggunaan otoritas pada nomor satu di atas ).

2.      Gaya Kepemimpinan Managerial Grid
Gaya managerial grid lebih menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu aspek produksi dan bawahan.
Dalam managerial grid, ada empat gaya yang ekstrim dan ada satu gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut:
Grid 1 (1.1) manajer sedikit sekali memikirkan produksi yang harus dicapai. sedangkan juga sedikit perhatian terhadap orang-orang (followers) di dalam organisasinya. Dalam grid ini manajer hanya berfungsi sebagai perantara menyampaikan informasi dari atasan kepada bawahannya.

Grid 2 (9.9) manajer mempunyai perhatian yang tinggi terhadap produksi yang akan dicapai juga terhadap orang-orang yang bekerja dengannya. Manajer seperti ini dapat dikatakan sebagai “manajer tim” yang riel (The real team manajer) karena ia mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan produksi dan kebutuhan orang-orang secara individu.
   
 Grid 3 (1.9) manajer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-orang dalam organisasi, tetapi perhatian terhadap produksi adalah rendah. Manajer seperti ini disebut sebagai “pemimpin club”. Gaya seperti ini lebih mengutamakan bagaimana menyenangkan hati bawahannya agar bawahannya dapat bekerja rileks, santai, bersahabat, tetapi tidak ada seorangpun yang berusaha untuk mencapai produktlvitas.
Grid 4 (9.1) adalah manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan yang otokratis (autrocratic task managers), karena manejer seperti ini lebih menekankan produksi yang harus dicapai organisasinya, baik melalui efisiensi atau efektivitas pelaksanaan kerja, tetapi tidak mempunyai atau sedikit mempuyai perhatian terhadap bawahan.
Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang 
Grid 5 (5.5) Grid ini adalah satu gaya berada pada nilai tengah-tengah . Dalam hal ini manajer mempunyai pemikiran yang medium baik pada produksi maupun pada orang-orang .
3.      Tiga dimensi dari Reddin

Ada empat gaya yang efektif antara lain :
Ò  Eksekutif
             Gaya ini memberikan perhatian pada tugas tugas pekerjaan dan hubungan kerja , manajer yang mempergunakan gaya ini disebut sebagai motivator yang baik . menetapkan standar kerja yang tinggi berkehendak mengenal perbedaan di Antara individu , dan berkeinginan mempergunakan kerja tim dalam manajemen
Ò  Pecinta Pengembangan ( Developer )
            Gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap hubungan kerja dan perhatian yang minimum terhadap tugas tugas pekerjaan , Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini mempunyai kepercayaan yang implisit terhadap orang orang yang bekerja dalam organisasinya dan sangat memperhatikan terhadap pengembangan mereka sebagai individu
Ò  Otokratis yang baik hati ( Benevolent autocrat )
            Gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap tugas dan perhatian yang minimum pada hubungan kerja , seorang manajer mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang dia inginkan tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain
Ò  Birokrat
            Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dan hubungan kerja . Seorang manajer yang memppergunakan gaya ini sangat tertarik pada peraturan dan menginginkan memeliharanya , serta melakukan control situasi secara teliti

Ada 4 gaya yang tidak efektif yaitu Antara lain :
Ò  Pecinta Kompromi ( Compromiser )
            Gaya ini memberikan perhatian besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi , Manajer yang pembuat keputusan yang jelek banyak tekanan yang mempengaruhinya
Ò  Missionari
            Gaya ini memberikan penekanan yang ksimum pada orang orang dan hubungan kerja , tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan perilakuyang tidak sesuai , Manajer hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri
Ò  Otokrat
             Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku tidak sesuai , Manajer seperti ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain , tidak menyenangkan dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai
Ò  Lari dari Tugas ( deserter )
            Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja . dalam situasi tertuntu gaya ini tidak begitu terpuji ( pasif dan tidak mau ikut campur tangan secara aktif dan positif .

4. Empat system Manajemen dari Likert
4 sistem yang dikembangkan Rensis Likert :
Ò  Sistem 1 , Exploitive-authoritative , otokratis mempunyai sedikit kepercayaan memberi ketakutan dan hukuman hukuman , dengan diselingi pemberian penghargaan , memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah , dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja
Ò  Sistem 2 , Otokratis yang baik hati ( Benevolent authoritative ) mempunyai kepercayaan yang berselubung , percaya pada bawahan , memotivasi dengan hadiah– hadiah dan ketakutan berikut hukuman hukuman , mendengarkan pendapat– pendapat dan ide dari bawahan serta ada nya delegasi wewenang dalam proses keputusan .
Ò  Sistem 3 , Manajer konsulatif , mempunyai sedikit kepercayaan , dan melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan , menetapkan dua pola hubungan komunikasi yakni ke atas dank e bawah .
Ò  Sistem 4 , Partisipative group mengandalkan untuk mendapatkan ide – ide dan pendapat pendapat lainnya dari bawahan dan mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan secara konstruktif mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan , dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab yang besar .

Budaya Dalam Organi




BUDAYA ORGANISASI
Organisasi merupakan hal yang tidak mungkin terlepas dari kehidupan bermasyarakat. Dalam organisasi tersebut  tidak mungkin juga terlepas dari ikatan budaya yang ada dalam organisasi. Ikatan budaya yang tercipta dalam organisasi tersebut dapat tercipta dan dibentuk oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam organisasi bangsa, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan.
Definisi Budaya Organisasi
Pada hakikatnya, budaya organisasi memiliki nilai baik bagi kemajuan suatu organisasi dimana budaya organisasi merupakan salah satu perangkat manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Namun, budaya organisasi bukan merupakan cara yang mudah bagi suatu organisasi untuk memperoleh keberhasilan, dibutuhkan strategi yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu andalan daya saing organisasi. Jadi dapat dikatakan bahwa budaya organisasi merupakan sebuah konsep sebagai salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.
Secara etimologis, budaya organisasi terdiri dari dua kata, yakni budaya dan organisasi.
Organisasi merupakan suatu sistem yang mapan dari sekumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan & pembagian. Unsur-unsur organisasi:
1.    Kumpulan orang
2.    Kerjasama
3.    Tujuan Bersama
4.    Sistem Koordinasi
5.    Pembagian tugas dan tanggung jawab
6.    Sumber daya organisasi.
Budaya adalah suatu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengertian & cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi & diterima oleh anggota baru. Unsur-unsur Budaya:
1.    Ilmu Pengetahuan
2.    Kepercayaan
3.    Seni
4.    Moral
5.    Hukum
6.    Adat-istiadat
7.    Perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat
8.    Asumsi dasar
9.    Sistem Nilai
10. Pembelajaran / Pewarisan
11. Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal
Jadi, Budaya Organisasi merupakan penerapan nilai-nilai dalam suatu masyarakat yang terkait, bekerja di bawah naungan suatu organisasi. (Duncan dalam Kasali, 1994: 108)
Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Stephen P. Robbins, budaya organisasi membawa manfaat bagi organisasi, yaitu :
a.  Budaya Organisasi menciptakan sesuatu pembedaan yang jelas antara organisasi yang satu dengan yang lain.
b.  Budaya Organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c.  Budaya Organisasi mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d.  Budaya Organisasi merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e.  Budaya Organisasi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Budaya Organisasi
Upaya untuk meningkatkan kualitas budaya organisasi menurut Robbins (1996:289), yaitu:
a.    Inovasi dan pengambilan resiko.
Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko. Rela berkorban untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi dan dapat menciptakan Sesuatu hal yang baru dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan.  Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.
b.   Perhatian terhadap detail
Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail. Dimana diperlukan karyawan yang handal dan memiliki kompetensi dalam memberikan perhatian kepada masalah-masalah yang perlu ditangani dengan lebih serius. Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
c.    Orientasi hasil.
Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. (hasil yang didapat harus sesuai dengan harapan, misalnya jumlah output dan waktu terselesaikan output yang hendak di hasilkan).
d.   Orientasi orang.
Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu. apakah keputusan manajemen tersebut berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap pelaku organisasi.
e.   Orientasi tim.
Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim yaitu diperlukan kerjasama dalam melaksanakan tugas bersama untuk mendapatkan hasil yang maksimal. bukannya individu. Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.
f.     Keagresifan.
Berkaitan dengan agresivitas karyawan, yaitu semangat dan spirit karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan.
g.   Kemantapan.
Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.  Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai suatu organisasi. Menurut Tosi, Rizzo, Carrol terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi organisasi, yaitu:
1.   Pengaruh umum dari luar yang luas
Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat atau hanya sedikit dapat dikendalikan organisasi.
2.   Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat
Keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.
3.   Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi
Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.
Pembentukan Budaya Organisasi

Penjelasan:
Filsafat pendiri organisasi merupakan sumber utama sebuah budaya organisasi. Artinya para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang penting dalam pembentukan budaya awal organisasi. Mereka memiliki visi & misi mengenai bagaimana bentuk organisasi tersebut seharusnya.
Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:
·      Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan organisasi.
·      Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber baik orang yang sepaham dan setujuan dengan dia (SDM), biaya dan teknologi.
·      Mereka meletakan dasar organisasi berupa susunan organisasi dan tata kerja.
Contoh: Ray Kroc dengan McDonald-nya. Sejak dirintis pada tahun 1955 sampai dengan abad 21 ini, pegawai McDonald seolah masih “diawasi” Kroc dengan prinsip-prinsip dasar organisasinya. Misalkan komitmen terhadap kualitas pelayanan, kebersihan & nilai. Juga penggunaan bumbu & peralatan yang baik, kebersihan kamar mandi, dan jangan kompromi. Inilah filosofi pendiri penjual hamburger, fries & shakes yang masih diikuti sbg pedoman manajemen.
Dua elemen terpenting dalam menciptakan perubahan budaya organisasi yaitu:
- Dukungan eksekutif: eksekutif dalam organisasi harus mendukung perubahan budaya, selain dukungan verbal. Mereka harus menunjukkan dukungan perilaku untuk perubahan budaya. Eksekutif harus memimpin perubahan dengan merubah perilaku mereka. Ini sangat penting bagi para eksekutif untuk mendukung perubahan secara konsisten.
- Pelatihan: perubahan budaya tergantung pada perubahan perilaku. Anggota organisasi harus memahami dengan jelas apa yang diharapkan dari mereka, dan harus tahu bagaimana melakukan kebiasaan baru, setelah ditentukan. Training bisa jadi sangat berguna baik untuk mengkomunikasikan harapan dan mengajarkan kebiasaan baru .
Komponen penting lainnya dalam perubahan budaya organisasi adalah :
1.   Menciptakan pernyataan nilai dan kepercayaan: gunakan fokus karyawan pada kelompok, dengan departemen untuk meletakkan misi, visi, dan nilai-nilai kedalam kata-kata yang menyatakan pengaruh di masing-masing pekerjaan karyawan. Untuk satu pekerjaan, karyawan menyatakan : "Saya menghidupkan nilai kualitas perawatan pasien dengan mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang diucapkan pasien." Latihan ini akan memberikan pemahaman umum terhadap budaya yang diinginkan yang sebenarnya merefleksikan tindakan yang harus dipenuhi dalam pekerjaan mereka.
2.   Mempraktekkan komunikasi yang efektif: membuat semua karyawan mendapatkan informasi terkait dengan proses perubahan budaya organisasi memastikan akan komitmen dan keberhasilan. Dengan mengatakan pada karyawan apa yang diharapkan dari mereka adalah penting untuk perubahan budaya organisasi yang efektif.
3.   Review struktur organisasi: perubahan struktur organisasi secara fisik untuk memenuhi keinginan budaya organisasi yang diperlukan. Misalnya, dalam perusahaan kecil, empat unit bisnis yang berbeda berkompetisi dalam hal produk, pelanggan, dan sumber dukungan internal, mungkin tidak akan mendukung penciptaan budaya organisasi yang efektif. Unit-unit ini seperti tidak mendukung kesuksean bisnis secara keseluruhan.
4.   Desain ulang pendekatan terhadap reward dan pengakuan: mengubah sistem reward untuk mendorong perilaku penting yang diinginkan dalam budaya organisasi.
5.   Review semua sistem kerja, seperti promosi karyawan, manajemen kinerja, dan pemilihan karyawan untuk memastikan mereka sesuai dengan budaya yang diinginkan. Misalnya, organisasi tidak bisa memberikan reward kinerja individu jika persyaratan budaya organisasi menentapkan team work. Bonus total eksekutif tidak bisa digunakan sebagai reward sasaran departemennya tanpa mengenali pentingnya peran dia dalam tim eksekutif untuk mencapai tujuan organisasi.
Merubah budaya organisasi memerlukan waktu, komitmen, perencanaan dan pelaksanaan yang tepat,  tapi hal tersebut bisa dilakukan.